IMPLIKASI YURIDIS KEKABURAN NORMA TINDAK PIDANA PENGHINAAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN
Abstract
Penghinaan Presiden dan/atau Wakil Presiden baru-baru ini kembali dimunculkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tepatnya pada pasal 218, isu kekaburan muncul karena pada penjelasan pasal 218 ayat (1) tidak memberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang bisa membuat Presiden dan/atau Wakil Presiden merasa harkat dan martabatnya direndahkan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative, menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, serta analisa bahan hukum pada penelitian ini adalah interpretаsi grаmаtikаl. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan adanya kekaburan norma dari tindak pidana penghinaan Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah yang pertama menimbulkan multitafsir, munculnya kesewenang-wenangan, dan tidak mencerminkan asas kejelasan rumusan.
Kata Kunci: Tindak Pidana, Penghinaan, Presiden dan Wakil Presiden
References
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Fadhlin ADE Chandra, Fadhillatu Jahra Sinaga, 2021, Peranan Penegak Hukum dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Jurnal Pendidikan, Ilmu Sosial, dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol 1
J.T.C. Simorangkir, Rudy T.Erwin, dan Prasetyo, 2013, Kamus Hukum, Jakarta:Sinar Grafika
Muhamad Sadi Is, Legal Certainty For Environmental Protection And Management In Indonesia (An Analysis of Decision Number 24/Pdt.G/2015/PN.Plg), Yudisial, Komisi Yudisial, Jakarta, Volume 13
Naskah Akademik Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUUKUHP)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Wemby Adhiatma Satrio Prayogo, 2020, Tinjauan Kebijakan Pidana Terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam RKUHP, Jurnal Pendecta, Vol 15